MESJID HILAL
KATANGKA, Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Provinsi
Sulawesi Selatan (Tampak luar)
MESJID HILAL
KATANGKA, Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Provinsi
Sulawesi Selatan (Tampak Dalam)
Masjid
Al Hilal Katangka dulunya merupakan masjid Kerajaan
Gowa.
Letak masjid berada di sebelah utara kompleks makam Sultan
Hasanuddin. Lokasi makam yang diyakini sebagai tempat
berdirinya Istana Tamalate, istana raja Gowa ketika itu.
Nama
asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang, biasa juga orang Gowa-Makassar
menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan markas
pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya menandatangani
perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk
menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng
ini, nama Benteng Ujung Pandang diubah menjadi Fort Rotterdam. Cornelis
Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang
daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh Belanda
sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur.
Museum Balla Lompoa merupakan rekonstruksi dari Istana Kerajaan Gowa yang
didirikan oleh pemerintahan Raja Gowa ke-31 pada tahun 1936. Arsitektur
bangunan ini berbentuk rumah khas orang Bugis, yaitu rumah panggung yang
terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. Dibangun di atas lahan seluas satu
hektar yang dibatasi oleh pagar tembok yang tinggi.
Batu petantikan raja (hatu pallantikang)
terletak di sebelah tenggara kompleks makam Tamalate. Dahulu, setiap penguasa
baru Gowa-Tallo di sumpah di atas batu ini (Wolhof dan Abdurrahim, tt : 67).
Batu pallantikang sesungguhnya merupakan batu alami tanpa pem¬bentukan, terdiri
dari satu batu andesit yang diapit 2 batu kapur. Batu andesit merupakan pusat
pemujaan yang tetap disakralkan masyarakat sampai sekarang. Pe-mujaan penduduk
terhadap ditandai dengan banyaknya sajian di atas batu ini
Kompleks makam ini terletak pada dataran
rendah Lakiung di sebelah barat Mésjid Katangka. Di dalam kompleks ini terdapat
4 buah cungkup dan sejumlah makam biasa. Makam Syekh Yusuf terdapat di dalam
cungkup terbesar, berbentuk bujur sangkar Pintu masuk terletak di sisi Selatan.
Puncak cungkup berhias keramik. Makam ini merupakan makam kedua. Ketika wafat
di pengasingan, Kaap, tanggal 23 Mei 1699, beliau di¬makamkan untuk pertama
kalinya di Faure, Afrika Selatan. Raja Gowa meminta kepada pemerintah Belanda
agar jasad Syekh Yusuf dipulangkan dan dimakamkan di Gowa. Lima tahun sesudah
wafat (1704) baru per¬mintaan tersebut dikabulkan. Jasadnya dibawa pulang
bersama keluarga dengan kapal de Spiegel yang berlayar langsung dan Kaap ke
Gowa. Pada tanggal 6 April 1705, tulang kerangka Syekh Yusuf dimakamkan dengan
upacara adat pemakaman bangsawan di Lakiung. Di atas makamnya dibangun kubah
yang disebut kobbanga oleh orang Makassar.
Benteng Somba Opu merupakan benteng induk
yang berfungsi sebagai pusat pertahanan utama dan pusat pemerintahan kerajaan
Gowa-Tallo. Dibangun atas perintah Raja Gowa IX, Daeng Matanre Karaeng
Mangnguntungi Tumaparisi Kallonna. Selain benteng Somba Opu Raja Gowa IX juga
merintis pembangunan benteng pengawal di antaranya Benteng `Penyua' atau
sekarang lebih populer dengan Benteng Ujungpandang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar